watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

TERATAI DIKOLAM BERLUMPUR

Didalam hitam ada putih, didalam putih ada
hitam. Didalam kebenaran ada kesalahan, dan
didalam kesalahan ada kebenaran. Tidak ada
yang abadi dan sempurna di dunia ini.
Di tengah kolam berlumpur yang kotor tumbuh
sekuntum bunga teratai nan indah dan
semerbak. Adakah yang bersedia mengotori
dirinya untuk mendapatkan bunga tersebut?
Part one: Pertemuan Pertama
Jakarta, February 1996
Minggu siang, bersama dua orang teman saya,
Andi dan Al, kita berjalan-jalan menghabiskan
waktu di Mal Ciputra. Andi adalah teman akrab
saya sejak kecil, satu SMP, SMA, dan satu
universitas. Dia seumur dengan saya, 24 tahun.
Sedang Al adalah adik teman kuliah saya. Dia
berumur 19 tahun dan kuliah di UT, tetangga Mal
Ciputra.
Ketika berada di eskalator menuju lantai 5, tiba-
tiba tatapan saya tertuju ke sepasang paha
langsing mulus milik seorang cewek yang
berada di depan saya. Paha putih mulus tersebut
hanya tertutup sedikit di bagian atas oleh rok
mini biru tuanya yang berwarna hitam. Karena
posisi saya yang berada di bawah, saya bisa
melihat celana dalam hitamnya yang mengintip
malu-malu di antara kedua pahanya. Terasa
degup jantung saya yang semakin cepat. Tiba di
lantai 5, saya mempercepat langkah kaki saya
untuk menyusul gadis tersebut. Andi dan Al
mengikuti saya. Ketika saya berada sejajar
dengan gadis tersebut, saya memandang
wajahnya, "Oh my god! Cewek yang sangat
manis, dengan sepasang matanya begitu bulat
dan jernih. Wajahnya begitu mulus dan cantik!
dengan rambut hitam tebal panjang, dia terlihat
begitu mempesona."
Saya berjalan terus mengikuti cewek tersebut. Di
belakang saya, Andi dan Al sedang mengobrol
dan tidak menyadari bahwa saya sedang
memperhatikan cewek tersebut. Gadis tersebut
berjalan masuk ke Hoka Hoka Bento. Saya
menghentikan langkah saya dan menunggu
Andi dan Al.
"Makan yuk.. Gua lapar nich.." ajakku yang
ternyata disambut gembira oleh mereka.
Memang saat itu sudah hampir jam 3 sore dan
kita belum makan siang. Selesai memesan
makanan, saya mencari meja yang bersebelahan
dengan cewek tersebut. Sambil makan saya
menatap dia, yang dibalas juga oleh si cewek.
"Wah.. nantang ya.." pikir saya selanjutnya.
Saya percaya bahwa tatapan mata seseorang itu
bisa menceritakan kondisi orang tersebut. Saya
bisa membaca ada kesedihan dan kekaguman di
sinar matanya. Kesedihan yang tidak saya
ketahui alasannya dan kekaguman yang saya
kira ditujukan ke saya:) (Buat para petualang
yang belum berpengalaman, saran saya adalah
memperhatikan tatapan cewek di mana saja
kalian berada. Biasanya cewek yang berani
melawan tatapan anda adalah petualang juga,
buktikanlah).
Cukup lama kita mengadu pandangan, akhirnya
dia menunduk dengan wajah memerah. Saya
mengambil kesempatan tersebut untuk
menurunkan tatapan mata saya ke payudaranya.
Kaos hitam tipisnya tidak bisa menyembunyikan
tonjolan buah dadanya, "Lumayan cukup besar,"
pikir saya.
"Tuh cewek cakep banget Gus, kayaknya lagi
memperhatikan kita-kita.." bisik Andi yang duduk
di samping saya.
"Mana.. mana..?" tanya Al. Masih polos tuh anak,
belum tahu kalau sejak tadi aku sudah
mengincar cewek tersebut.
"Yang duduk di meja sebelah.. aduh.. cakepnya..
saya jatuh cinta pada pandangan pertama nih.."
kata Andi.
Saya cuma diam dan sedang melanjutkan
tatapan saya. Sekali-kali dia membalas tatapan
mataku. Sambil makan, saya mengumpulkan
keberanian untuk berkenalan. Saat saya sedang
mempertimbangkan maju atau mundur, tiba-
tiba Andi berjalan ke arah cewek tersebut.
Terlihat dia menyapa cewek tersebut dan
kemudian terlihat dia mengulurkan tangannya
untuk berkenalan.
"Sialan.. saya kecolongan.." pikir saya. Tanpa
pikir panjang lagi saya menyusul si Andi.
".. nunggu temen," saya mendengar suara si
cewek saat saya mendekati mereka.
"Gus, kenalin.. ini.. Vivi," kata si Andi
memperkenalkan cewek tersebut.
Saya mengulurkan tangan saya, "Saya Agus.."
jawab saya memperkenalkan diri.
"Vivi.." jawabnya pendek.
"Nama yang bagus, lagi menunggu siapa Vi?"
tanya saya. Saya tahu yang namanya cewek itu
paling suka dipuji.
Dia tersenyum.. manis sekali. "Temen saya,
janjian mau datang. Kok nggak nongol-nongol
sich?" gerutu Vivi sambil cemberut.
"Vii.. Vivi.." tiba-tiba terdengar suara beberapa
orang cewek. Saya melihat ke arah suara
tersebut yang ternyata berasal dari dua orang
cewek temannya si Vivi. Dengan cepat mata
saya menyapu wajah mereka yang datang.
Lumayan juga pikir saya, tetapi dibandingkan
Vivi.., masih mendingan Vivi.. Jadi saya
putuskan untuk tetap fokus pada Vivi.
Dalam sekejap ruangan tersebut penuh dengan
suara keempat cewek tersebut. Rupanya mereka
adalah teman satu SMA. "Udah ya.. filmnya udah
mau mulai.. seneng ketemu kalian," kata Vivi
sambil berjalan keluar restaurant. Wah, gimana
nich biar bisa ketemu lagi, saya memutar otak
saya.
"Vii.. bisa minta nomor telepon loe.." seru saya
sambil berlari ke arah Vivi. Dia tersenyum manis
dan menyebut nomor HP tertentu. Dengan sigap
saya mengeluar HP dan memasukkan nomor
tersebut. Di belakang saya Andi juga
memasukkan nomor tersebut ke HP-nya.
Kemudian Vivi meninggalkan restaurant
tersebut, membawa bersamanya semangat dan
jiwa saya.
"Gus, saya jatuh cinta nih.. buat saya aja ya?"
tanya si Andi.
"Wah, sorry Di, saya juga suka.. buat gua aja
ok?" tanyaku balik.
Saat itu entah bercanda atau tidak Andi
menjawab, "Gua lebih baik kehilangan seorang
temen daripada kehilangan Vivi.."
Part 2: Kala cinta mulai bersemi
Malamnya sekitar jam 9, saya langsung
menelepon Vivi. Tanggapannya cukup baik, kita
ngobrol sekitar 15 menit. Dari sana saya tahu
kalau dia kost di daerah Mangga Besar bersama
seorang kakak perempuannya. Saat ini dia kuliah
di salah satu universitas di kawasan Grogol,
jurusan Management tingkat akhir. Umurnya 23
tahun. Asalnya dari Palembang, dan di
Palembang ibunya tinggal bersama dengan
seorang kakak perempuannya.
Habis itu hampir setiap hari saya selalu
menelepon Vivi dan menanyakan kondisi dia,
dsbnya. Akhirnya saya tahu bahwa dia belum
punya cowok. Pernah pacaran sebelumnya
tetapi sudah putus tahun lalu. Saya beberapa kali
mengajak dia keluar tetapi selalu ditolak dengan
halus. Akhirnya semangat saya sedikit
mengendor tetapi tetap rajin menanyakan
kondisi dia.
Suatu hari kakaknya yang mengangkat telepon
saya dan memberitahukan bahwa Vivi sedang
sakit. Saya menanyakan alamat mereka dan
kakaknya memberitahukan saya. Kemudian
dengan bergegas saya mengeluarkan mobil saya
dan mengarahkan mobil saya ke kost-nya. Saya
singgah sebentar di Bakmi Gajah Mada dan
membeli dua bungkus bakmi. Waktu saya tiba di
kost mereka, ternyata Vivi sedang tidur dan saya
menitipkan bakmi tersebut ke kakaknya.
Kakaknya sangat mirip dengan Vivi, dengan
tubuh yang jauh lebih indah. Menurut saya Vivi
agak kurus.
Tindakan saya ini rupanya memberikan kesan
yang sangat mendalam pada Vivi. Besoknya dia
menelepon saya untuk mengucapkan terima
kasih. Ada nada haru di suaranya. Minggu itu
selama tiga hari berturut-turut saya membelikan
makanan buat mereka. Hari ketiga saya
dipersilakan masuk ke kost mereka yang cukup
mewah. Ketika jam dinding berdentang 10 kali,
saya melihat kakaknya si Vivi dengan gelisah
selalu melirik ke jam. Tahu diri, saya pamit pada
mereka.
Benih-benih cinta mulai bersemi di hati saya dan
Vivi. Hampir setiap minggu saya nongol di kost-
nya dan kita sering makan dan nonton bareng.
15 Maret 1999 jam 17.00, saya sedang bekerja di
kantor saya yang berlokasi di daerah Sudirman.
Saya dipindahkan dari cabang Grogol ke kantor
pusat sejak bulan February 2000. Tiba-tiba HP
saya berdering dan saya lihat nama Vivi muncul
di layar telepon tersebut. Dengan buru-buru
saya menjawab telepon tersebut, rupanya hari
itu Vivi ulang tahun dan dia bermaksud
mengundang saya untuk makan malam. Tanpa
pikir panjang saya langsung mengiyakan.
Buru-buru saya membereskan barang-barang
saya dan dengan tergesa-gesa saya menuju ke
toko di gedung sebelah untuk membeli satu pot
bunga mawar berikut boneka beruang yang
cukup besar.
Malam itu Vivi terlihat begitu cantik, dengan baju
pestanya berwarna hitam. Belahan bajunya yang
begitu rendah memamerkan kulit dadanya yang
putih bersih. Dia terlihat begitu ceria dan dengan
sigap merekam situasi di sana dengan
handycam-nya. Ketika itu, saya terkejut melihat
sosok yang saya kenal: Andi. Dia sendiri juga
terlihat kaget melihat saya. Rupanya saat itu Vivi
mentraktir Andi bersama dengan teman-teman
SMA-nya. Terasa canggung sekali saat itu
berhadapan dengan Andi.
Setelah itu saya bersama Vivi makan disalah satu
caf di Kemang. Ketika saya mengantarkan Vivi
pulang, dia mengaku bahwa Andi sering
meneleponnya tetapi dia sendiri lebih suka
bersama saya. Saat mendengar pengakuannya
saya termenung, bagaimana tanggapan Andi
yang merupakan teman dekat saya kalau saya
pacaran dengan Vivi?
Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 ketika kita
tiba kembali di kost-nya. Kakaknya saat itu tidak
berada kost, menurut Vivi, kakaknya sedang
keluar kota. Kemudian Vivi meminta saya
menunggu soalnya dia bermaksud untuk mandi.
Ketika dia mandi, iseng-iseng saya melihat
sekeliling kamarnya berjalan ke arah telivi yang
terletak di atas meja tulis. Tanpa sengaja, mata
saya tertuju ke ujung sebuah photo yang nongol
dari salah satu laci di meja tersebut. Saya
mengeluarkan photo tersebut dan tercegang
melihat photo seorang cewek telanjang. Saya
memperhatikan photo tersebut dan mengucek-
ngucek mata, gadis itu adalah kakaknya si Vivi! Di
foto tersebut, kakaknya sedang berdiri di
samping kolam renang pribadi dengan tubuh
polos! Terlihat buah dadanya yang montok dan
bulu kemaluannya yang sangat lebat. Dengan
tangan gemetar, mata saya mencari tanggal di
photo tersebut, 12 Desember 1995. Hmm..
masih baru.
Tiba-tiba suara air di kamar mandi menghilang.
Dengan sigap saya memasukkan photo tersebut
kembali dan selesai mandi Vivi keluar hanya
mengenakan handuk berwarna pink, sepertinya
dia sedang memancingku. Dia terlihat sangat
segar.
Ketika dia membuka lemari untuk mencari
pakaian, saya memeluknya dari belakang. Terasa
tubuhnya yang dingin dan tercium wangi sabun
yang baru dipakainya. Saya mencium lehernya
dari belakang.
"Ih.. Geli ah.. udah dong.." komentar Vivi.
Aku tidak menjawab melainkan tetap
melanjutkan ciumanku, kali ini turun ke
pundaknya yang putih mulus. Dia berusaha
mengelak, tetapi saya tidak memberinya
kesempatan. Ciuman saya berlanjut ke belakang
telinganya. Saya bisa mendengar nafasnya yang
mulai memburu.
Tangan saya melingkari pinggangnya yang
ramping. Saat itu kemaluan saya menekan
pinggulnya yang sangat montok. Ciuman saya
kemudian berlanjut ke pipinya. Dia menoleh ke
belakang dengan sigap bibir saya mendarat di
bibirnya. Saya mengulum bibirnya dengan
penuh perasaan. Dia menutup matanya dan
terlihat menikmati ciuman tersebut. Selang 5
menit kemudian, tangan kanan saya beralih ke
buah dadanya yang masih tertutup handuk.
Kenyal sekali. Jari-jari saya berusaha mencari
puting susunya tetapi agak susah soalnya di balik
handuk tersebut dia sudah memakai bra. Tangan
kiri saya beralih mengelus pahanya yang putih
mulus. Terasa mulus dan dingin (habis baru
mandi).
Entah disengaja atau tidak, Vivi menggerak-
gerakkan pinggulnya sehingga menggesek
kemaluan saya. Getar kenikmatan yang saya
rasakan begitu luar biasa.
"Eh, gua punya ide nih.." tiba-tiba Vivi berkata,
"Gimana kalo kita merekam apa yang akan kita
lakukan?"
"E.. me.. me.. reekamm?" tanyaku tergagap. Aku
sering nonton BF tetapi kalau pemainnya saya
sendiri gimana ya?
"Iya, abis itu kalo kita nonton lagi pasti seru.."
jawab Vivi. Saya tidak menyangka di balik
wajahnya yang begitu polos dia bisa
menawarkan hal tersebut.
"E.. boleh dech.. tapi abis itu langsung di hapus
ya?" kataku, sedikit ragu-ragu. Habis gimana
kalau nanti ada orang lain yang melihat film
tersebut?
"Tentu dong.. Hihi.." jawab Vivi.
Kemudian dia berjalan ke meja dan membuka
handycam-nya. Dia menekan beberapa tombol
dan meletakkannya di meja dengan kamera
menghadap ke ranjang.
Perlahan, Vivi berjalan menuju kasur. Kerling
matanya seakan-akan menyihir dan
memancingku. Saya cuma bisa mengikutinya.
Tiba di pinggir kasur, dengan posisi berdiri dia
memeluk leher saya dan mencium saya dengan
buas. Cukup lama kita berciuman, kemudian
saya membaringkan Vivi di kasur. Berbaring di
samping dia, saya mengarahkan bibir saya
untuk mencium bibirnya yang tipis. Perlahan
dan penuh perasaan saya mengulum dan
melumat bibirnya.
Degup jantung saya semakin cepat ketika saya
mengarahkan tangan kanan saya ke arah
dadanya yang masih tertutup handuk. Sedikit
gemetar tangan saya ketika jari-jari saya
berusaha membuka handuk yang melilit erat di
tubuhnya. Mata Vivi masih terpejam menikmati
ciuman kita. Ketika handuk tersebut terbuka,
udara dingin dari AC langsung menyentuh
kulitnya. Vivi membuka matanya, pandangan
matanya terlihat sayu.
"Gua sayang Vivi.." setelah itu saya melanjutkan
ciuman. Dengan buas saya mencium dan
mengulum bibirnya sambil menjulurkan lidah
saya menyusuri bibir yang terasa hangat.
Merasakan nafasnya yang mulai memburu, saya
mengarahkan tangan saya ke buah dadanya
yang masih tertutup bra hitam. Saya meremas
buah dadanya yang montok dan kenyal. Kelima
jari tangan saya menari-nari di atas buah
dadanya, jempol dan jari telunjuk saya berusaha
mencari puncak tonjolan buah dadanya. Di
puncak gunung dadanya jari tanganku memutar
dan memelintir ujungnya yang menonjol dan
menegang.
Ketika jemari tangan saya berkutat dengan
payudaranya, ciuman saya beralih ke lehernya
yang jenjang. Perlahan-lahan lidah dan bibir saya
menyusuri telinganya, turun ke lehernya, dan
pundaknya. Kemudian saya mengalihkan
tangannya ke atas, sehingga saya bisa melihat
ketiaknya yang mulus tanpa bulu. Ciuman saya
berlanjut ke daerah ketiaknya.., dia mendesah
pelan ketika lidah saya bermain di sana.
Keharuman sabun yang dia pakai sewaktu
mandi masih terasa.
Kemudian lidah saya mulai menyusuri daerah
dadanya. Tangan saya bergerak ke arah bra
hitamnya dan dengan cekatan melepas kancing
branya yang berada di depan. Ketika kancing
tersebut terbuka, terpampanglah pemandangan
sepasang gunung yang begitu indah. Di
puncaknya terlihat puting susunya yang kecil
dan berwarna coklat muda. Perlahan saya
melingkari buah dada kanannya, mulai dari dasar
sampai ke puncaknya. Sementara itu bibir saya
mengulum buah dada kirinya. Sekali-kali saya
mengalihkan mata saya ke wajah Vivi yang
sudah merah padam akibat bara nafsu yang
sudah menyala.
Ciuman saya berlanjut menyusuri perutnya
yang datar dan bermain di pusarnya yang kecil.
Setelah itu perjalanan lidah saya dilanjutkan ke
paha dalamnya, menyusuri pahanya ke lututnya
kemudian kembali lagi ke ujung kedua pahanya.
Saat itu Vivi memakai celana dalam hitam dan
sela-sela celana dalamnya terlihat ujung
beberapa helai bulu kemaluan yang ogah
bersembunyi di dalam. Saya menggerakkan
lidah saya menyusuri pinggiran celana
dalamnya. Kemudian jari saya menarik celana
dalamnya ke bawah dan melepaskannya dari
sepasang kakinya yang indah. Tatapan mata
saya tertuju ke daerah kemaluannya yang
berwarna kemerah-merahan dan penuh di
tumbuhi ilalang hitam keriting. Jarang saya
melihat cewek dengan bulu kemaluan yang
sedemikian rimbun, dan bulu-bulu tersebut juga
tumbuh di samping bibir kemaluannya
menutupi bibir kemaluan dan klitorisnya.
Dengan jari, saya mengusap perlahan bulu
kemaluannya. Kemudian jari tangan saya
berusaha menyibak bulu yang menutupi bibir
kemaluannya. Terlihat lubang kemaluannya yang
masih sempit dan basah oleh cairan berwarna
bening. Saya menggerakkan jari saya ke daerah
klitorisnya dan mencari titik sensitif tersebut.
Cukup lama saya berusaha, akhirnya berhasil
juga saya menempatkan klitorisnya di antara jari
tengah dan jari telunjuk saya. Lidah saya
kemudian saya arahkan ke klitorisnya, terasa asin
dan tercium harum sabun yang semerbak.
"Ahh.. Gus.. Ahh.." terdengar desisan Vivi. Pada
saat bersamaan dia menggerakkan pinggulnya
ke atas ke arah wajah saya sehingga wajah saya
terbenam seluruhnya di pangkal pahanya. Ketika
dorongannya mengendor, saya menggerakkan
lidah saya menyusuri bibir kemaluannya menuju
lubang kemaluannya. Di sana saya berusaha
memasukkan lidah saya ke dalam lembah
nikmatnya.
"Ahh.. geelii.."
Lidah saya kemudian melanjutkan perjalanannya
ke bawah, sekali ini menuju lubang yang berada
di antara dua gumpalan pinggulnya. Lidah saya
meneruskan tariannya di sana.
"Ahh.. oh.. enakk Gus.." seru Vivi sambil
mengangkangkan kakinya lebar-lebar.
Cukup lama lidah saya bermain di daerah
kewanitaannya dan Vivi cuma bisa mendesis
dan menikmati setiap sentuhan lidah saya.
Sekali-kali saya memasukkan jari saya di lubang
kenikmatannya yang ternyata tidak begitu dalam.
Jari tengah saya bisa menyentuh mulut
rahimnya yang juga merupakan titik sensitifnya.
Cairan dari liang kemaluannya semakin banyak
dan baunya begitu merangsang, begitu nikmat.
Kemudian saya kembali menjilati kacangnya
yang sensitif dengan cepat. Lidah saya naik-
turun dengan cepat dan bertenaga. Jari tengah
dan telunjuk saya menyusuri lubang
kewanitannya dengan gerakan yang semakin
cepat.
"Ah.. Enak.. Gus.. lebih cepet dongg.." Pinta si
Vivi, "Gua udah nggak tahan.. Masukin punya
kamu Gus.. Masukin Gus.."
Saya tidak menghiraukannya, melainkan
meneruskan jilatan dan gerakan jari tanganku.
Tiba-tiba tubuhnya mengejang, jarinya
menjambak rambut saya dan pahanya mengepit
kepada saya. Vivi meronta-ronta seperti ikan di
daratan. Rupanya dia mencapai puncak
kenikmatannya. Ketika gerakan tubuhnya
berhenti, saya membiarkannya sekitar dua tiga
menit agar kenikmatan yang ia rasakan bisa
dinikmati sepuasnya. Setelah itu saya
melanjutkan gerakan lidah saya kembali.
Beberapa menit kemudian, desisannya mulai
terdengar kembali, "Ihh.. ohh.."
Merasa bahwa dia sudah terangsang kembali,
saya bangkit dan menyiapkan tongkat wasiat
saya yang sudah mencapai kekerasan
optimumnya. Saya mengarahkannya ke lubang
kenikmatan Vivi. Saya menggesek-gesekkan
tongkat tersebut di daerah sensitif di kemaluan
Vivi.
"Ah.. Masukin Gus.. Tolongg.. jangan siksa
saya.. Masukin.." mohon Vivi.
Saya tersenyum dan bersiap-siap memasukkan
tongkat wasiat saya. Perjalan tongkat tersebut
menyusuri lubang yang sempit, basah dan
hangat menghasilkan sensasi dan getaran
kenikmatan yang luar biasa. Saya menutup mata
saya sambil berusaha menikmati setiap perasaan
yang ada.
Merasakan batang kemaluan saya mencapai
ujung lorong kemaluan Vivi, saya mencium bibir
dan keningnya.
"I love you, Vi.. Kamu cakep sekali," bisik saya di
telinganya.
"I love you too.." jawab Vivi dengan nafas
memburu.
Setelah itu mulailah saya mengeluarkan dan
memasukkan tongkat wasiat saya. Saya
merasakan Vivi juga menggerakkan pinggulnya
dengan gerakan memutar.
"Ah.. Enak.. Vii.." harus saya akui bahwa
permainannya begitu nikmat.
Setelah pinggul saya terasa capek, saya
mengganti gerakan saya dengan gerakan
memutar. "Ahh.. Ohh.. ahh.." Vivi mendesah
dan desahan beserta teriakannya
membangkitkan nafsu saya.
"Ahh.. Gua datang Gus.." Kali ini arus kenikmatan
yang datang begitu dahsyat. Vivi menggerakkan
pinggulnya dengan cepat dan bertenaga. Saya
sendiri berusaha menekan tongkat wasiat saya
sedalam-dalamnya.
Akhirnya arus kenikmatan kedua tersebut tiba
juga diiringi teriakan Vivi yang begitu keras. Saya
menutup bibirnya dengan bibir saya agar
suaranya tidak membangunkan tetangga kamar
kost-nya.
Akhirnya dia terbaring lemas. Saya kembali
memberikan dia waktu untuk menikmati arus
kenikmatan tersebut. Setelah itu saya kembali
menarik dan mendorong keluar masuk tongkat
wasiat saya. Terangsang oleh desahan dan
teriakan Vivi, saya akhirnya menyembulkan
cairan hangat saya di lubang kenikmatannya
yang sudah basah kuyub. "Ahh.. gua datang
Vi.." Betapa nikmatnya.
Setelah itu, dengan tubuh lemas Vivi berjalan ke
arah Handycam-nya dan menghubungkannya
ke telivisi 28 inch. Saya sendiri masih terengah-
engah kecapekan di ranjang.
Vivi me-rewind handycam-nya beberapa kali
dan mencari-cari rekaman percintaan kita.
Akhirnya dia menemukan adegan tersebut. Dada
saya berdegup kencang menyaksikan diri saya di
rekaman tersebut. Beberapa perasaan hadir
sekaligus, takut, senang, terangsang, penasaran
dan sebagainya. Vivi sendiri juga melotot melihat
rekaman tersebut. Ketika rekaman tersebut
menunjukkan Vivi mencapai orgasmenya karena
jilatan saya, saya melihat Vivi meraba daerah
kemaluannya sendiri. Tongkat saya mulai
mengeras dan membesar.
Akhirnya malam itu kita bercinta dua kali lagi.
Saya orgasme tiga kali dan Vivi sekitar tujuh kali.
Tetapi setiap kali kita melihat adegan rekaman
tersebut, dengan cepat gairah nafsu menguasai
kita.
Di pagi hari Vivi menghapus rekaman tersebut.
Sebenarnya saya ingin menyimpannya tetapi dia
menolak, sayang sekali khan?
Part 3: Teratai di kolam berlumpur
September 1996
Setelah kejadian tersebut, hubungan saya dan
Vivi semakin akrab. Bulan depan papa saya akan
datang ke Jakarta. Saya bermaksud mengenalkan
Vivi pada beliau.
Jumat malam saya diminta boss saya untuk
menemani lima tamu perusahaan saya ke
karoake Hailai. Memakai jas hitam dan koas ketat
didalam, saya terlihat begitu keren malam itu.
Tiba di karaoke tersebut, kami meminta
Maminya untuk mencarikan kami 6 orang cewek
yang akan menemani kami bernyanyi. Dalam
waktu 15 menit, Mami tersebut kembali dengan
beberapa orang gadis.
Gadis kedua yang memakai baju putih dengan
segera menarik perhatian saya. Dada saya
berdebar dan tubuh saya gemetar ketika
mengenal gadis tersebut. Dia adalah Vivi!!
Ruangan karoake yang gelap tidak bisa
menyembunyikan sosok yang begitu saya
sayangi dan cintai. Sosok yang selalu hadir
didalam mimpi saya. Sosok yang akan saya
kenalkan pada papa saya bulan depan.
Ketika melihat saya, terlihat mata Vivi membesar
dan kemudian dia berlari keluar. Saya segera
mengejarnya keluar. Saya melihat dia menuruni
tangga menuju toilet cewek. Dengan cepat saya
mengejarnya tanpa menghiraukan tatapan orang
di ruangan diskotik tersebut (karoake tersebut
berada di lantai dua, lantai pertama adalah
diskotik).
Akhirnya saya berhasil menyusulnya, dia berdiri
di lorong yang menuju toilet wanita. Dia
menundukkan kepalanya.
"Vi.." saya memanggilnya.
Dia mengangkat kepalanya, matanya terlihat
berkaca-kaca.
"Maafin saya, Gus.." katanya.
"Kenapa.. Kenapa Vi? Enam bulan kita bersama,
kenapa kamu membohongi saya?" suara saya
meninggi menahan amarah dan duka.
"Saya memang wanita malam.. maafkan saya.."
pinta Vivi, "Mama saya sakit jantung dan
memerlukan biaya yang besar untuk mengobati
penyakitnya. Kakak saya juga bekerja di sini."
Lidah saya terasa kelu, tetapi membayangkan
bahwa dia membohongi saya selama enam
bulan dan bahkan saya bermaksud
mengenalkannya pada papa saya, amarah saya
kembali menggelegar. Pacar saya adalah wanita
malam! Di mana saya menaruh muka saya?
Bagaimana saya menghadapi keluarga saya?
Teman saya? Customer saya? Rekan kerja saya?
Bajingan!!
"Kamu manusia hina, Vi!" Itulah kalimat terakhir
yang saya ucapkan setelah itu saya kembali ke
ruangan karoake yang gelap. Kepada tamu saya,
saya mengatakan bahwa gadis tersebut adalah
saudara jauh saya.
Malam itu saya tidak bisa memejamkan mata
sepanjang malam. Mengapa sang Pencipta
begitu kejam mencobai saya? Mengapa?
Mengapa?
Part 4: Arti Kehidupan
Hampir empat tahun berlalu sejak kejadian
tersebut. Saat ini pandangan saya sudah jauh
lebih dewasa dan saya menyesal telah
memperlakukan Vivi seakan-akan dia bukan
manusia.
Sebenarnya dia begitu baik, rela berkorban demi
mamanya. Saya akan melakukan hal yang sama
seandainya saya itu dia! Saya sangat menyesal.
Saya tahu bahwa cobaan dari Sang Pencipta
adalah untuk kebaikan kita juga.
"Hati kita akan kehilangan kelembutannya jika
tidak pernah merasakan airmata, dan ketajaman
gunting memberikan keindahan dan keanggunan
pada ilalang."
Kabar terakhir yang saya terima adalah Vivi
sekarang telah menjadi isteri Andi, sahabat karib
saya yang bisa menerima dia apa adanya.
Setelah lulus kuliah, Vivi bekerja disalah satu
bank asing dan saat ini dia menduduki posisi
Senior Manager, jabatan yang lebih tinggi dari
saya sewaktu saya berhenti bekerja! Mereka di
karuniai dua orang putra yang begitu cakep. Vivi
itu ibarat teratai di kolam berlumpur. Saya hanya
melihat sisi kotornya tidak tidak melihat sisi
indahnya. Betapa bodohnya saya. Saat ini saya
tidak mempunyai siapapun dan apapun. Roda
kehidupan terus berputar.. berputar.. berputar..
kadang di kita atas kadang di bawah.
TAMAT


Adult | GO HOME | Exit
1/843
U-ON

inc Powered by Xtgem.com